UNDANG-UNDANG KERAJAAN BONE
(Mulai ManurungE ri Matajang – La Patau Matanna Tikka)
Dikutip dari Lontara’ Attoriolong milik Andi Liwang Petta Ngatta-Sinjai.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa ada empat unsur
yang paling mendasar dalam memutuskan suatu perkara ;
1. Pembicaraan kedua belah pihak.
2. Perbuatan kedua belah pihak.
3. Alamat kedua belah pihak.
4. Saksi kedua belah pihak.
Menurut keyakinan pada masa itu, apabila suatu perkara diputuskan
dengan memenuhi keempat hal tersebut yang dalam bahasa Bugis disebut
- marette eppai ure’na bicaraE – maka akan membawa dampak yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat dalam negeri, antara lain;
1. Padi dan tanaman lainnya akan tumbuh subur.
2. Penduduk akan berkembang dan sejahtera.
3. Binatang ternak berkembang biak
Begitu pula sebaliknya, apabila suatu perkara diputuskan dan salah
satu dari unsur diatas tidak dipenuhi, maka akan membawa dampak yang sangat negatif bagi kehidupan masyarakat dalam negeri, antara lain;
1. Padi dan tanaman lainnya akan menjadi kering (gagal panen).
2. Dalam negeri akan ada wabah penyakit (Bugis = sai’).
3. Binatang ternak banyak yang mati, tidak berkembang biak.
Sama halnya apabila orang yang memutuskan perkara sengaja untuk menyalahkan atau membenarkan salah satu diantara yang berperkara (tidak adil), maka musim kemarau akan berkepanjangan yang menyebabkan buah, bunga dan daun tumbuh-tumbuhan yang dimakan berguguran. Begitu pula kalau suatu perkara yang sudah diputuskan dan dibicarakan kembali.
SUMPAH ;
Bagi yang akan memutuskan perkara, terlebih dahulu harus menge- tahui sumpah sebagai berikut ;
- Mengetahui bahwa Dewata SeuwaE yang hidup kekal dan tidah pernah mati.
- Sahnya sebuah sumpah apabila meletakkan tangan tiga kali diatas Al Qur’an (sesudah masuknya Islam) lantas menyebut nama Allah SWT. Setelah itu baru mengucapkan sumpah pada diri sendiri.
ATURAN YANG DIBERLAKUKAN BAGI BANGSAWAN;
Ada lima aturan yang diberlakukan bagi bangsawan atau keluarganya apabila melakukan pelanggaran. Kelima aturan tersebut menurut tingkat kebangsawanan seseorang, sebagai berikut ;
1. Bagi bangsawan yang dekat dengan Kerajaan didenda dua tai’
setengah.
2. Bagi bangsawan yang jauh dari Kerajaan didenda satu tai’ sete-
ngah.
3. Bagi Gellareng yang memegang satu wanuwa didenda satu tai
setengah. Sedangkan Gellareng yang memegang dua wanuwa didenda satu tai’.
4. Bagi Suro (pesuruh) yang terpercaya didenda satu tai’ setengah.
Sedangkan bagi anak-anaknya satu tai’ dendanya.
5. Bagi orang yang terpercaya didenda setengah tai’, bagi perempuan
satu tai’ dendanya.
ATURAN YANG BERLAKU UMUM;
1. Kalau ada orang yang mengamuk (membentak-bentak) dan orang
yang dibentak itu diam dan tidak membalas, maka orang yang
mengamuk itu didenda dua real.
2. Kalau dua orang saling mengamuk dan kemudian ada orang yang
ikut membantu salah satunya, maka orang yang membantu itu di-
denda dua real.
3. Kalau ada orang yang bertengkar dan salah satunya benar, maka
yang salah didenda dua real.
4. Kalau ada orang yang berkelahi dan salah satu berdarah, maka
yang membuat orang itu berdarah didenda setengah dari denda
yang sebenarnya.
5. Kalau ada hamba yang mencuri dan ditangkap, tidak melibatkan
tuannya untuk membayar barang yang dicuri. Kecuali kalau tuan-
nya tidak akan membuang hambanya tersebut, bolehlah dibayar-
kan sesuai nilai barang yang dicuri.
6. Kalau ada hamba yang telah merdeka mencuri dan ditangkap,
maka dibawakan orang yang menjaganya. Kalau orang yang men-
jaganya itu tidak mau membayarkan barang yang dicurinya itu,
maka orang yang menjaganya itu dianggap membuang hambanya
itu termasuk anak dan isterinya.
7. Kalau ada orang yang mencuri di dua tempat dan hanya satu kali
dan ditangkap, kemudian tidak mempunya keluarga yang bisa
membayarkan barang yang dicuri itu, maka orang yang mencuri
dijual dan harganya dibayarkan kepada kedua orang dicuri barang-
nya itu.
8. Kalau ada orang yang mencuri di siang hari, sama dendanya de-
ngan mencuri di malam hari.
9. Kalau ada kerbau yang dicuri dan disembelih dipinggir wanuwa,
maka semua orang dalam wanuwa tersebut menanggungnya apa-
bila tidak melaporkan pencurinya. Adapun kerbau yang disembe-
lih dipinggir wanuwa dan ada melihat bahwa daging kerbau terse-
but dibawa ke salah satu rumah, maka pemilik rumah itulah yang
dianggap sebagai pencurinya.
10. Kalau kerbau yang membunuh orang (hamba), maka yang punya
kerbau membayar 20 real bagi hamba laki-laki dan 30 real bagi
hamba perempuan.
11. Kalau ada orang yang berkelahi dan sama-sama orang merdeka,
kemudian salah satu diantaranya meninggal dan didapat orang yang
membunuh oleh keluarga orang yang dibunuh, boleh melakukan
pembalasan. Tetapi kalau orang yang membunuh itu telah menye-
nyerahkan diri pada pemerintah, hanya didenda 30 real.
12. Kalau ada anak bangsawan yang bersalah dan dibunuh oleh orang
biasa dan didapati, maka orang biasa yang membunuh itu dbuinuh
juga. Kalau ia lari dan menyerahkan diri kepada pemerintah, maka
ia hanya didenda satu kati satu tai’. Kalau ia tidak mampu untuk
membayar keluarga orang yang dibunuhnya, maka semua anak dan
isterinya ikut menanggungnya, karena membunuh orang diatasnya.
14. Kalau ada bangsawan atau anak bangsawan yang membunuh ham-
ba didenda 20 real. Walaupun dia didapati, tetapi tidak boleh dibu-
nuh.
15.Kalau ada bangsawan atau anak bangsawan yang membunuh orang
yang tidak bersalah, maka yang membunuh itu didenda setengah
dari denda orang yang membunuh (sesuai aturan), kemudian mem-
bayar denda sesuai denda orang yang dibunuhnya.
16. Kalau ada orang yang membunuh sesamanya orang biasa, kemudi-
an orang yang membunuh itu lari ke wanuwa lain, diburuh dan di-
dapat oleh keluarga orang yang dibunuh, boleh juga dibunuh sebe-
lum melaporkan kesalahannya kepada pemerintah. Tetapi apabila
sudah ditangani oleh pemerintah dan pihak keluarga yang dibunuh
masih mel;akukan pembalasan (membunuh), maka ia didenda.
17. Kalau ada orang yang meminta bantuan karena katanya ada orang
yang mengamuk, kemudian dibantu dan dibunuh orang yang dika-
takan mengamuk dan ternyata tidak ada kesalahannya, maka
orang yang membunuh itu tidak dipersalahkan. Orang yang minta
bantuan itulah yang membayar denda.
18. Yang diamksud dengan kesalahan bisa dinilai dengan uang, harta,
seperti kerbau dan sebagainya.
19. Kalau ada orang yang berkelahi dan dibantu keduanya, kemudian
meninggal satu orang dipihak yang satu dan meninggal dua orang
dipihak yang lain, tidak ada denda bagi keduanya. Tetapi keduanya
dipersalahkan oleh pemerintah. Kalau hanya sebelah ada yang
meninggal, maka pihak yang sebelah yang membayar dendanya.
20. Kalau ada orang yang menyampaikan kepada orang lain bahwa
isterinya berselingkuh dan orang itu dipercaya, belum jelas bahwa
perbuatan itu benar karena hanya berita. Kecuali kalau sudah ter-
tangkap basah barulah boleh dibunuh. Kemudian kalau lari dan
menyerahkan diri kepada pemerintah, maka tidak boleh lagi dibu-
nuh.
21. Kalau ada orang yang dituduh berselingkuh tetapi belum tinggal
bersama disuatu tempat, baru saling jatuh hati, setengah dari denda
perempuan diberikan kepada laki-laki. Begitu pula sebaliknya.
22. Kalau ada orang berselingkuh dan lari menyerahkan diri kepada
pemerintah, kemudian keduanya diperiksa dan ternyata benar, ma-
ka keduanya didenda. Kalau ada orang yang mengaku bahwa dia
disuruh membunuh suaminya, maka tidak bisa lagi dimaafkan dan
harus dibunuh.
23. Kalau ada dua orang perempuan yang bertengkar dan saling mem-
beberkan perselingkuhan kemudian ditangani oleh pemerintah,
maka yang dipersalahkan adalah yang memulai pertengkaran itu.
24. Kalau ada orang yang mengganggu isteri orang lain dan isteri
orang tersebut melaporkan kepada pemerintah, maka orang yang
mengganggu tersebut didenda empat real.
25. Kalau ada orang yang membawa lari isteri orang pergi ke wanuwa
(negeri) lain, kemudian ditempatnya itu melahirkan anak baru dite-
mukan, kemudian diputuskan oleh pemerintah yaitu anak yang di-
lahirkan bukan milik laki-laki. Keduanya dipersalahkan dan
didenda untuk diberikan kepada suami yang ditinggalkan.
26. Kalau dua orang suami-isteri yang bercerai, masing-masing memi-
sahkan barang miliknya. Barang yang menjadi milik bersama diba-
gi dua termasuk anak-anaknya. Kalau ada diantara keduanya yang
meninggal dunia, maka anak yang mewarisinya itulah yang berhak
atas harta bendanya. Begitu pula tentang utang-utang yang diting-
galkan menjadi tanggungan anak yang mewarisinya. Kalau ada
anaknya yang buta atau lumpuh, maka ia tidak boleh menanggung
utang orang tuanya. Kecuali apabila anak yang buta atau lumpuh
itu kelak melahirkan anak, maka itulah yang menanggungnya.
27. Kalau dua orang suami isteri dan salah satunya meninggal dunia
dan memiliki utang, maka harta milik orang yang meninggal itulah
yang dibayarkan utangnya. Kecuali apabila memiliki anak selaku
ahli warisnya, anaknya itulah yang menanggung utangnya.
28. Kalau orang yang menagih utang dan ternyata salah menagih yaitu
bukan orang yang berutang yang ditagih, kemudian orang yang di-
tagih itu melaporkan kepada pemerintah, maka yang salah mena-
gih itu didenda sesuai nilai tagihannya.
29. Kalau ada orang yang membeli barang curian dan didapati oleh pe-
miliknya, barang tersebut dapat diambil oleh pemiliknya. Kemudi-
an si pembeli mencari siapa yang menjual barang tersebut. Apabi-
la didapatkan, maka sipenjual itu mengembalikan harga barang ter-
sebut dan barang yang telah dijualnya dikembalikan kepada pemi-
liknya. Tetapi apabila tidak didapatkan sipenjual, maka orang yang
membeli itulah yang dianggap mencuri.
30. Kalau ada orang yang memungut barang di suatu tempat dan ter-
nyata barang tersebut adalah barang curian yang tidak diperlihat-
kan kepada pemerintah, maka dialah yang dianggap pencurinya.
Tetapi apabila dilaporkan dan disaksikan oleh pemerintah dan
tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya, maka barang tersebut
dicukai dan cukainya itu diserahkan kepada orang memungutnya.
31. Kalau ada orang yang diganti dalam suatu perkara, apakah ia kalah
atau menang, maka yang kalah atau menang bukan orang yang
mengganti, tetapi tetap orang yang diganti.
32. Kalau ada orang yang membeli orang pada orang Mangkasar dan
kemudian diakui oleh orang Mangkasar juga, maka tidak bisa di-
ambil, apalagi kalau diketahui dimana ia membelinya. Tetapi kalau
tidak diketahui dimana ia membeli, maka orang dibelinya itu
diambil dan batal pembeliannya.
33. Kalau ada orang yang membeli kerbau atau kuda harus tahu betul
siapa penjualnya. Harus dipersaksikan kepada pemerintah baru di-
beli. Sebab apabila tidak dipersaksikan kepada pemerintah dan ke-
mudian ada yang mengaku sebagai pemiliknya, maka kerbau atau
kuda tersebut diambil dan sipembelinya dipersalahkan mencuri.
Tetapi kalau dipersaksikan kepada pemerintah dan ternyata ada
yang mengakui sebagai pemiliknya, maka ia harus berhadapan
dengan pemerintah.
34. Kalau ada orang yang akan menikah dan mendatangi Guru Syara’
untuk dinikahkan, maka Guru Syara’ harus memeriksa betul-betul
apakah tidak ada yang akan menuntut sebagai hambanya. Apabila
sudah dinikahkan dan telah melahirkan anak baru ada yang datang
mengakui sebagai hambanya, maka anak-anak yang dilahirkannya
itu harus ditebus dengan cara; bagi anak laki-laki yang baru me-
rangkak satu real, kalau sudah berjalan dua real, kalau sudah
bisa mencapai daun telinganya tiga real. Sedangkan bagi anak pe-
rempuan yang baru merangkak satu real, kalau sudah berjalan dua
real, kalau sudah pintar bicara tiga real, kalau sudah bisa mencapai
daun telinganya empat real.
35. Kalau orang Bone bergaul dengan Kompeni nikah atau tidak nikah
dan kemudian melahirkan anak, - mapuwe bulo – (dibagi dua).
36. Kalau ada hamba Kompeni yang lari kepada orang Bone dan mela-
hirkan anak baru diketahui oleh tuannya, juga dibagi dua.
37. Kalau ada orang yang membawa barang curian, apakah itu kerbau,
orang, kuda, dan lain-lain, kemudian diburu dan dibunuh oleh
orang banyak, maka barang yang dicuri itu dibagi dua. Satu bagi-
an untuk orang yang membunuh, stu bagian untuk pemiliknya.
38. Kalau ada orang –sanra putta- (dibeli dan bisa dibayar kembali)
dan telah melahirkan anak baru ditebus kembali, maka bagi yang
membelinya itu tidak berhak atas anaknya. Kalau meninggal atau
melarikan diri, maka habislah hak orang yang membeli itu.
39. Kalau ada orang yang tidak memiliki anak kemudian menunjuk
seseorang untuk mewarisi harta bendanya, tetapi setelah dia
meninggal dunia ada orang yang mengaku sebagai ahli warisnya,
maka tetap yang ditunjuk pertama berhak atas segala hartanya itu.
Tetapi apabila dikemudian hari muncul anaknya, maka hartanya
dibagi tiga, dua bagian untuk anaknya dan satu bagian untuk yang
ditunjuk sebagai ahli warisnya.
40. Kalau ada orang yang menitipkan hambanya kepada orang lain
dan ternyata melahirkan anak, maka orang yang dititipi tidak ber-
hak atas anak tersebut. Kalau hamba itu meninggal dunia ataukah
melarikan diri, maka hilanglah hak orang yang dititipi. Begitu
pula barang-barang lain yang dititipkan dan hanya barang yan di-
titipkan itu yang dicuri, maka yang dititipi membayar kepada pe-
miliknya. Tetapi kalau dicuri bersama dengan barang miliknya,
maka ia tidak membayar.
41. Kalau ada orang yang meminjam perahu, mengalami kecelakaan
atau tenggelam dalam pelayarannya, atau pecah karena terbentur,
dan ternyata ada awaknya yang meninggal dunia, maka orang
meminjam perahu tersebut tidak dibebani pembayaran. Kalau ti-
dak ada awaknya yang meninggal barulah dia membayar; untuk
perahu baru, dibayar sesuai harganya, sedangkan perahu yang tua
dibayar setengah dari harganya.
42. Kalau ada orang yang meminjam real (uang) dan tidak dapat
menepati janjinya kepada orang tempat ia meminjam, kemudian
bersama-sama menghadap kepada adat (pemerintah), maka bagi
yang meminjam membayar sesuai dengan janjinya.
43. Kalau ada hamba yang melarikan diri dan telah melewati sungai
Tallo atau sungai Garessi dan sungai Barombong, atau di laut di
luar - rompong mabbiringE dan didapat, maka yang punya hamba
harus menebus dua real baru bisa mengambil hambanya itu.
44. Kalau ada hamba yang melarikan diri dan ada yang menangkap
lalu ditahan dirumahnya, kemudian yang menangkap itu tidak
melaporkan kepada pemerintah dan diketahui oleh yang punya
hamba, maka orang yang menangkap hamba tersebut dipersalah-
kan karena tidak melaporkan kepada pemerintah.
45. Kalau ada orang yang menumpang di rumah seseorang dan
memiliki hamba atau anak yang memperbuat kesalahan, lalu lari
minta perlindungan kepada pemilik rumah dan diikuti untuk disa-
kiti, maka dia dipersalahkan. Begitu pula sebaliknya, kalau yang
punya rumah melakukan hal seperti itu, maka yang punya rumah
itulah yang dipersalahkan.
46. Kalau ada orang yang akan memperkosa isteri orang lain dan
isteri orang itu berteriak dan didengar oleh orang lain dan didapat
walaupun belum melakukannya, dia tetap dipersalahkan. Adapun
dendanya diserahkan kepada suami perempuan tersebut.
47. Kalau ada orang yang membeli barang dan ada yang mengaku se-
bagai pemiliknya. Lalu yang mengaku pemilik barang tersebut
melarang untuk dijual, tetapi pembeli barang tersebut tetap men-
jualnya, maka sipembeli barang tersebut membayar sesuai harga
barang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar