Sejarah Masuknya Islam di Tanah Mandar

Masuknya Islam  di Daerah Mandar (Sulawesi Barat) 

Mesjid Salabose yang dibangun pada abad 16 oleh tokoh penyebar islam pertama di Majene hingga kini masih berdiri kokoh. Mesjid ini termasuk salah satu benda purbakala yang tetap dilestarikan. Diperkirakan berlangsung pada abad ke-16. Mengenai masuknya Islam pertama kali di daerah Mandar terdapat menjadi tiga pendapat seperti berikut : 1. Menurut Lontara Balanipa, masuknya Islam di Mandar dipelopori oleh Abdurrahim Kamaluddin yang juga dikenal sebagai Tosalamaq Dibinuang. Ia mendarat di pantai Tammangalle Balanipa. Orang pertama ialah Kanne Cunang Maraqdia ‘Raja’ Pallis, kemudian Kakanna I Pattang Daetta Tommuane, Raja Balanipa ke-4. 2. Menurut Lontara Gowa, masuknya Islam di Mandar dibawa oleh Tuanta Syekh Yusuf (Tuanta Salamaka). 3. Menurut salah sebuah surat dari Mekah, masuknya Islam di Sulawesi (Mandar) dibawa oleh Sayid Al Adiy bergelar Guru Ga’de berasal dari Arab keturunan Malik Ibrahim dari Jawa. Pendapat yang kedua diatas secara tidak langsung ditolak oleh Dr. Abu Hamid yang dalam penelitiannya (diterbitkan oleh Yayasan Obor, Jakarta) menyimpulkan bahwa Syekh Yusuf Tuanta Salamaka tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan sejak kepergiannya ke Pulau Jawa sampai dibuang ke Kolombo Srilanka, kemudian ke Afrika Selatan dan meninggal di sana. 

Diperkirakan agama Islam masuk ke daerah Mandar berlangsung dalam abad-16. Tersebutlah para pelopor membawa dan menyebarkan Islam di Mandar yaitu Syekh Abdul Mannan Tosalamaq Disalabose, Sayid Al Adiy, Abdurrahim Kamaluddin, Kapuang Jawa dan Sayid Zakariah. Masuknya Islam di daerah ini dengan cara damai melalui raja-raja. 


Syekh Abdul Mannan bergelar To Salamaq di Salabose. Pembawa dan pengajur Islam yang pertama masuk di wilayah Kerajaan Banggae, diperkirakan pada abad ke-16. Pada masa itu yang menjadi Raja Banggae ialah Tomatindo di Masigi (gelar yang diberikan kepadanya setelah meninggal dunia), putra Daetta Melattoq Maraqdia Banggae-Putri Tomakakaq/Maraqdia Totoli. Membangun dan menjadi imam yang pertama Masjid Sallabose, Banggae. Makamnya terletak di arah utara, 500 meter dari Mesjid tersebut. Sayid Al Adiy dimakamkan di Lambanan, Kec. Balanipa, Kab. Polman, dianggap keramat, selalu diziarahi orang. Mempunyai silsilah yang lengkap sampai tujuh generasi/lapis. Turunannya berperawakan mirip Arab. 


Abdurrahim Kamaluddin adalah penganjur Islam di kerajaan Balanipa Mandar. Ada juga yang mengatakan bahwa dialah kemudian bergelar Tosalamaq Tuan di Binuang. Sedangkan Sayid Zakariyah dimakamkan di Somba Kec. Sendana, Kab. Majene. Bersama Raden Suryodilogo (ada juga yang menulis Raden Surya Adilogo) Kapuang Jawa yang berlayar dari Tanah Jawa langsung ke Pelabuhan Pamboang. Islam masuk di kerajaan Pamboang, dibawa oleh Saiyid Zakariyah, di awal abad ke-17. Sayid (Syekh) Zakariyah bergelar Puang Disomba berasal dari Magribi jazirah Arab. Raja Pamboang masa itu, Isalarang Idaeng Mallari bergelar Tomatindo Diagamana. Kawin dengan Puatta Boqdi putri Raja Pamboang. Dia dan rombongannya dari Pulau Jawa dengan perahu, mendarat di Pamboang. Raja Pamboang, permaisuri dan seluruh warga istana semuanya masuk Islam. 


Sesudah meninggal Raja Pamboang itu bergelar Tomatindo Diagamana ‘Orang Tidur di Agamanya’ maksudnya ‘Yang Meninggal Dalam Memeluk Agama Islam’. Permaisurinya bergelar Tomecipo’ (Orang yang Bertelekung). Masuk dan berkembangnya agama Islam di daerah Pitu Ulunna Salu, diperkirakan terjadi antara 1630-1700 di Aralle, Mambi, Salurindu dan Rantebulahan. Mula pertama agama dibawa oleh penduduk setempat yang pergi ke daerah Balanipa mencari garam, kelapa, minyak kelapa, dan alat-alat pertanian. Sekembalinya, membawa Kitab Suci Al Quran. Juga memakai kopiah beledru hitam yang disebut songkoq Araq (kopiah model Arab). 


Suatu waktu Indona Aralle dan Indona Rantebulahan (Deppataji) mengajak Indona Tabulahan (Dettumanan) dan Indona Bambang (Puaq Tammi) mempelajari dan masuk agama Islam. Ajakan itu berhasil baik. Sehingga disitulah berawal fakta bahwa agama Islam adalah agama yang mayoritas di daerah Sulawesi Barat. Masjid Salabose, Jejak Peradaban Islam di Mandar Masjid Salabose yang dibangun pada abad ke-16 di Majene, Sulawesi Barat, hingga kini masih berdiri kokoh. Masjid di atas areal seluas satu hektar ini dibangun oleh tokoh penyebar agama Islam di Majene, Syeh Abdul Mannan, bersama para pengikutnya. Masjid ini kini menjadi jejak sejarah peradaban Islam di tanah Mandar. Masjid tersebut berada di puncak Bukit Salabose, Kelurahan Pangali-Ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. 


Di dalam masjid itu pun disimpan Al Quran tertua yang ditulis tangan dengan tinta dari pohon kayu. Di dalamnya terdapat pula sebuah makam, yang tak lain adalah makam Syeh Abdul Mannan. Berdasarkan catatan sejarah, di tempat inilah Syeh Abdul Mannan mulai menyebarkan Islam di Sulawesi. Sebelumnya, warga hidup dengan kepercayaan animisme. Meski beberapa bagian masjid ini telah direnovasi karena lapuk dimakan usia, sejumlah ornamen penting lainnya, seperti kubah dan dinding yang terbuat dari batu yang konon direkatkan dengan telur, hingga kini masih tampak kokoh dan utuh. Dinding kubah, misalnya, hingga kini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat. Kini di areal seluas satu hektar tersebut, banyak warga yang datang berziarah. Mereka tak hanya datang dari kawasan sekitar, tetapi juga dari wilayah di luar Majene.


Masjid Salabose yang dibangun pada abad ke-16 di Majene, Sulawesi Barat, hingga kini masih berdiri kokoh. Masjid di atas areal seluas satu hektar ini dibangun oleh tokoh penyebar agama Islam di Majene, Syeh Abdul Mannan, bersama para pengikutnya. Masjid ini kini menjadi jejak sejarah peradaban Islam di tanah Mandar. Masjid tersebut berada di puncak Bukit Salabose, Kelurahan Pangali-Ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Di dalam masjid itu pun disimpan Al Quran tertua yang ditulis tangan dengan tinta dari pohon kayu. Di dalamnya terdapat pula sebuah makam, yang tak lain adalah makam Syeh Abdul Mannan. Berdasarkan catatan sejarah, di tempat inilah Syeh Abdul Mannan mulai menyebarkan Islam di Sulawesi. Sebelumnya, warga hidup dengan kepercayaan animisme. 


Meski beberapa bagian masjid ini telah direnovasi karena lapuk dimakan usia, sejumlah ornamen penting lainnya, seperti kubah dan dinding yang terbuat dari batu yang konon direkatkan dengan telur, hingga kini masih tampak kokoh dan utuh. Dinding kubah, misalnya, hingga kini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat. Kini di areal seluas satu hektar tersebut, banyak warga yang datang berziarah. Mereka tak hanya datang dari kawasan sekitar, tetapi juga dari wilayah di luar Majene. Sumberhttp://afiq-agung.blogspot.com/



Like This Article ?
Comments
0 Comments

0 komentar

 
 
Copyright © 2013 MANDAR LUYO - All Rights Reserved
Status Panel Admin
Jam Sekarang
Tanggal
Salam Sapa :
Status Admin :
User :
Free Backlinks