Cerita Rakyat Mandar - Tomendada-dada Bulawang (Manusia Berdada Emas)

TOMENDADA - DADA BULAWANG (Manusia Berdada Emas)

 

  
     Seorang raja, sudah sekian lama merindukan kehadiran anak darah dagingnya yang dilahirkan sendiri dari Sang permaisurinya. Sang Permaisuri tidak juga hamil . Berbagai macam cara telah diupayakannnya agar keinginannya terpenuhi. Suatu malam diperintahkannya kepada sejumlah pengawal istana pergi menguping dalam wilayah kerajaan mendengar siapa tahu ada gadis yang berkata, "Andaikata Aku yang diperisteri raja, maka aku akan segera hamil".

    Apa yang didambakan sungguh terjadi. Salah seorang dari pengawal raja mendengar dari bawah kolong sebuah rumah reot, kata-kata yang diucapkan seorang gadis miskin "Andaikata aku yang diperisteri raja, maka aku akan segera hamil, dan akan melahirkan tiga orang anak, seorang perempuan dan dua orang laki-laki" . Maka pengawal itu segera malaporkan kepada baginda raja. Wajah Sang Permaisuri yang turut mendengarkan sedikit berubah. Si miskin segera dipanggil ke istana raja, dan mengiyakan apa yang dilaporkan petugas kerajaan. Alhasil Sang Baginda Rajapun mengawini Si miskin. Ketika mengidam, selalu saja ia menginginkan daging rusa. Menjelang hari melahirkan Ia meminta lagi daging rusa untuk disantap. Karena tak ada petugas kerajaan yang berhasil menangkap rusa, maka sang raja sendiri yang pergi ke hutan berburu rusa.

    Belum lagi sang raja kembali dari perburuan, Si Miskin sudah melahirkan. Yang dikatakannya sungguh terbukti, tiga orang anak yang dilahirkannya semua dadanya berkilat-kilat seperti emas. Namun malang nasib Si Miskin. Menurut Sang  yang hendak melahirkan, matanya harus ditutup dengan pattis(lilin), dan telinga disumbat, Si Miskin menurut saja apa yang dikatakan Sang Permaisuri raja yang telah bersekongkol dengan dukun.

    Begitu Si Miskin Selesai melahirkan, Si MIskin dibawa ke kolong istana tepat dibawah tempat cuci kaki dan buang air kecil, kemudian diikat. Secara kebetulan bersamaan dengannya, anjing rajapun melahirkan juga tiga ekor anak, satu betina dan dua ekor jantan. Anak-anak anjing itu lalu diletakkan diatas baki kemudian dibawa ke istana raja, sedangkan tiga anak raja yang dilahirkan Si Miskin dibawa ke orang tua petani yang hidup sendiri jauh sekali dari istana raja didalam hutan.

    Ketiga anak raja kemudian tumbuh menjadi remaja dibawah asuhan kasih sayang Sang Inang Pengasuh. Mereka tidak tahu kalau mereka adalah anak-anak raja, dan tidak tahu pula kalau ibunda mereka sedang menderita diikat di kolong istana yang becek dan bau. Suatu ketika putra raja Si Adik memanjat pohon pinang yang tinggi melihat matahari yang sedang perlahan terbenam, pengasuh mereka yang dipanggil "Nenek" mengatakan, "Disanalah tempat semua pakaian laki-laki seperti sarung, songkok dan keris." Si Adik bersungguh-sungguh hendak pergi kesana namun Si nenek melarang keras, karena tak satupun orang pernah selamat kembali dari tempat itu. Namun kekerasan hati Si Adik untuk tetap pergi ketempat matahari terbenam yang sangat berbahaya itu. Sebelum berangkat ke arah matahri terbenam itu dia berkata kepada kedua kakanya, "Setelah saya pergi dan bunga tulasi yang aku tanam itu layu itu pertanda bahwa saya sakit, kalau daunnya rontok dan mati, pertanda saya sudah meninggal dunia". Singakt cerita dia pergi dan selamat membawa pulang tiga perangkat pakaian laki-laki pakaian seorang raja, songkok emas, baju emas serta keris. Kepada penjaga di temapt matahari terbenam itu dia meminta pakaian untuk kakanya, namun tak ada pakaina perempuan ada disana.

    Tiba giliran Si Kakak laki-laki memanjat pohon pinang yang menjulang ke langit itu. Setelah dia turun, Si Nenek berkata, "Itulah tempat pakaian perempuan". Si Kakak berkata saya ingin kesana mengambilkan pakaian untuk adikku. Walaupun Si Nenek bersikeras melarang Si Kakak untuk berangkat Si Kakak pergi juga. Sebelum berangkat ia pun menanam bunga tulasi dan berpesan seperti Si Adik beberapa waktu lalu. Sebelum sampai ke tempat terbitnya matahari, dia harus melewati suatu jalan yang amat sangat berbahaya, di jalan itu ada satu batu selalu menjepit siapa saja yang lewat hingga mati, dijaga oleh seekor burung Tekukur dan seeekor burung Nuri. Dia diperingati oleh kedua burung itu agar tidak melewati jalan itu, tetapi ia tetap melewatinya karena keinginannya untuk mengambilkan pakaian untuk adik perempuannya amatlah besar. Akhirnya Si Kakak mati karena tek mendengar nasihat dari kedua ekor burung itu. Di tempat itu bertumpuk-tumpuk tulang-belulang manusia yang telah menjadi korban jepitan batu itu.

    Bunga Tulasi yang ditanam Si Kakak mengering, rontok dan mati. Kedua adik dan neneknya amat sangat sedih. kedua adiknya bertekad pergi mencari Si Kakak. Setibanya di tempat mati terjepit batu, Si adik yang langsung mendekat langsung diperingati dengan keras oleh kedua ekor burung penjaga namun dia tak perduli peringatan itu dan mati pula terjepit batu angker itu. Si Adik perempuan tak gentar dengan cepat dia melompat, melewati Si Batu Pembunuh. Burung Nuri menjelaskan menurut yang empunya penguasa tempat itu, siapa saja yang berhasil melewati Si Batu Pembunuh itu maka dia akan bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Caranya ambil semangkuk air laluujung rambut dibasahi dipercikkan kepad si mayat atau tulang-belulangnya. Alhasil Si Kakak, Si Adik dan tumpukan tulang-belulang itu semunya hidup kembali. Akhirnya Si Adik Perempuan pergi mengambil pakaian kebesaran untuk perempuan. Setelah semuanya rampung, mereka akhirnya pulang kembali ke rumah Sang Nenek berserta burung Tekukur dan Nuri dibawa serta.

    Mereka lalu mendirikan perkampungan. Si Kakak yang dadanya bercahaya bagaikan kilauan emas akhirnya diangkat menjadi raja di wilayah itu.. Pada suatu hari, dalam suatu araena sabung ayam anatar Si Kakak yang sudah bergelar To mendada-dada Bulawang dengan bapaknya yang memerintah di kerajaan tetangganya, Si Bapak akhirnya kalah terus melawan Sang anak namun ia tak mngetahui jika yang mengalahkannya adalah putranya sendiri yang telah dibuang oleh permaisurinya sendiri. Anehnya , To mendada-dada Bulawang sang pemenang mutlak tidak meminta bayaran emas atau barang-barang lain atas kemenangannya. Sesuai pesan neneknya, dia hanya ingin dibayar dengan Ibu Tua yang yang sudah bertahun-tahun diikat dibawah kolong istana yang badannya sudah berlumut. Setelah pembebasan itu dilaksanakan sang raja yang tidak lain adalah bapaknya kontan keempat orang itu bertangis-tangisan melepas rindu. Sang Ibu Tua dimandikan dan dibersihkan di sungai. Rahasia yang terpendam selama ini, apa yang telah diperbuat Sang Permaisuri kepada Si Miskin pada waktu melahirkan ketiga anaknya, dibongkar habis oleh burung Tekukur dan burung Nuri. Burung Nuri berkisah dihadapan raja, permaisuri dan semua penghuni istana, di iyakan oleh burung Tekukur, semua yang telah terjadi mulai dari Raja mengawini Si Miskin , daging rusa yang selalu ingin disantap oleh Si Miskin pada waktu mengidam, Raja pergi berburu, tiga anak raja yang dada mereka berkilau bagaikan emas yamng ditukar dengan tiga ekor anak anjing, Si Miskin diikat dicomberan dibawah kolong istana dan sterusnya. Seusai kedua ekor burung ajaib itu berkisah maka berpeluk-pelukanlah raja dengan dengan ketiga orang anaknya yang sudah besar-besar itu, malahan yang tua sudah menjadi raja di wilayahnya sendiri. Sang Permaisuri lalu ditangkap dan diikat seperti yang dilakunnya terhadap Si Miskin yang menderita bertahun-yahun lamanya di bawah kolong istana.

Like This Article ?
Comments
0 Comments

0 komentar

 
 
Copyright © 2013 MANDAR LUYO - All Rights Reserved
Status Panel Admin
Jam Sekarang
Tanggal
Salam Sapa :
Status Admin :
User :
Free Backlinks