Perjanjian / ikrar sumpah setia antara Kerajaan Sendana, Kerajaan Alu, dan Kerajaan Taramanuq di Sibunoang. Berlangsung dua kali di Sibunoang. Didalam lontar Sendana diungkapkan sebagai berikut :
Inilah yang menjelaskan adanya persekutuan, bersekutunya tiga kerajaan Sendana, Alu, Taramanuq. Takkala Idaeng Sirua kawin dengan anak perempuannya Puatta Disaragiang, cukuplah tiga bersekutu anaknya Puatta Disaragiang.
Puatta Digalugalung Raja Alu, Puatta Dilepong Raja Taramanuq. Bersekutu tigalah dengan Kerajaan Sendana. Karena adiknya Raja Sendana Idaeng Sirua memperistrikan anaknya Puatta Puatta Disaragiang, saudara Puatta Digalugalung dan Puatta Dilepong.
Berkata Puatta Disaragiang kepada Daeng Palulung, sudah cukup syarat untuk membuat persekutuan bagi anak, ada baiknya kita buatkan pesekutuan agar agar mereka tidak pernah berselisih langkah dan seteru, sudah akan ada juga mengintai ular dan akan ada yang akan mengintai ikan hiu.
Berkata Daeng Palulung, satu kali engkau kehendaki sepuluh kali saya riang gembira (menyetujuinya).
Karena akan berbuah berpucuklak, berdaun rindang negeri Sendana di Alu, di Taramanuq, begitu juga Alu, taramanu di Sendana. Berkata puatta Disaragiang Syukurlah, ketemulah ruas dengan buku harapan kita, makbul pulalah cita-cita kita, berkat Dewata di atas Dewata di bawah. Nanti kita bertemu di Sibunoang, masing-masing membawa hadat kita di Sendana, di Alu, di Taramanuq.
Kembalilah Daeng Palulung ke Sendana lalu mempertimbangkan pada hadatnya (tentang anjuran Puatta Disaragiang).
Bagaikan kunyit dan kapur, maksud Daeng Palulung kepada hadatnya (ungkapan sangat setuju tanpa alasan apapun).
Setelah sampai waktunya, berhadapanlah diatas tikar selembar masing-masing raja, masing-masing hadat, Sendana, Alu, dan Taramanuq di Sibunoang. Maka berkata Putta Disaragiang, Dewata di atas Dewata di bawah, kita datang untuk bersekutu untuk bersatu pertimbangan bersatu pendapat, memikirkan negeri kita, memikirkan nasib rakyat kita (diungkapkan dengan ‘sebagai penjunjung dan penggendong yang bisa membuat mereka bernapas lega, leluasa bergerak bekerja mencari rezeki) di daerah kita siang malam. Entah bagaimana pendapat Sendana. Berkata Idaeng Palulung , kita sudah tiga tapi satu, satu tapi tiga , Sendana, Alu, Taramanuq.
Negeri seberang menyeberangi sama-sama tidak keberatan, kita tidak akan saling mengingatkan dengan benda runcing, juga dengan benda tajam(maksudnay segala persoalan dan kekhilafan kalau ada, tidak saling mengingatkan dengan kekerasan), rakyat kita saling kunjung mengunjungi dengan aman. Kita sudah satu pagar tak berbatas, Sendana, Alu, Taramanuq , baik bagi para bangsawan maupun rakyat kita, mati sama-sama mati, hidup sama-sama hidup. Berkata Puatta Disaragiang, Bangsawan kita sudah satu , rakyat kita juga jadi satu, berkongsi kesusahan, berkongsi kebaikan, bersatu tekad di atas tikar selembar kita sebantal dan sekalang hulu.
Dua mengintai ular (maksudnya, Alu dan Taramanuq menjaga musuh dari gunung),satu mengintai ikan hiu (maksudnya, Sendana menjaga musuh dari laut).
Walau akan berpisah tubuh dengan nyawa , tapi Alu, Taramanuq, dan sendana pantang berpisah. Kita saling mendudukkaa di atas hukum, saling menitikan pada peraturan kita saling memakai hukum kita, tidak saling memperlakukan tidak wajar, tidak saling keras mengerasi, tidak saling menumbangkan tanaman-tanaman, saling mencarikan kebaikan, saling menghindarkan dari keburukan.
Berkata IdaengPalulung, kalau Alu, Taramanuq mati di waktu sore, Sendana akan mati di waktu pagi. Susah yang datang susah yang kita bagi, kebaikan datang kebaikan kita bagi. Laut tidak kita garis, air tidak kita putus, gunung tidak kita potong, di dalam daerah Bocco Tallu(maksudnya persekutuan tiga daerah) ini.
Sesudah itu mereka saling menggenggam kalupping (sirih yang dilipat) bersama emas dan telur, Puatta Digalu-galung, Puatta Dilepong, dan Daeng Sirua, lalu berkatalah Puatta Disaragiang dan Daeng Palulung, besok lusa, lantas ada yang ingin memisahkan Bocco Tallu, balikkan bubungan rumahnya kebawah, balikkan ketas tiang rumahnya. Barang siapa diantara kita ingkar dari kesepakatan, membelakangi persatuan dan kesatuan pendapat di Bocco Tallu, berdaun gugur, bertangkai jatuh, berbatang tumbang, berakar putus, beranak tak berkepala, tak berkaki, tak berkelamin perempuan, tak berkelamin laki-laki, tak bertembuni, tak berketurunan. Akar diinjak akan putus , dahan dipegang dahan jatuh, lembah dilaui lembah runuth, unung dilalui gunung terpotong. Hidupnya aus melarat sejadi jadinya membakar seperti api pada turun – temurunnya, barang siapa yang ingkar perjanjian. Lalu dibuanglah kalupping, emas dan telur ke dalam air yang dalam.
Kembalilah semua orang dari Sibunoang, tercipta bulatlah Bocco Tallu yang diamanatkan oleh Puatta Disaragiang bersama Idaeng Palulung.
Kutipan teks dari Lontar Sendana Mandar dan terjemahannya adalah Assitaliang Bocco Tallu di Sibunoang.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Sejarah Dan Budaya Mandar
dengan judul "Assitaliang (Perjanjian) Bocco Tallu di Sibunoang Bagian Pertama". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://luyokita.blogspot.com/2014/01/assitaliang-perjanjian-bocco-tallu-di.html.