Sedikit tentang
ABJAD AKSARA LONTARAK
Bahasa-bahasa daerah di Sulawesi
Selatan termasuk bahasa daerah Mandar di Sulawesi Barat menurut sejumlah ahli,
adalah termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia. Bahasa-bahasa daerah
tersebut (Bugis, Makassar dan Mandar) memiliki lambang bunyi atau aksara yang
disebut aksara kontarak. Disebut aksara lontarak karena pada awalnya sebelum
ditemukannya alat tulis berupa pena dan kertas, aksara tersebut ditulis diatas
daun lontar dengan pisau kecil (tobok) sebagai alat untuk menuliskannya. Tentang
kapan aksara lontarak tersebut diciptakan dan siapa penciptanya, sampai
sekarang masih merupakan hal yang perlu dikaji lebih jauh. Kabarnya aksara
lontarak adalah lambang bunyi (huruf)
yang disederhanakan oleh salah seorang
Syahbandar Gowa yang bernama Daeng
Pamatte’.
Menurut Prof. DR. Mattulada
bahwa aksara lontarak itu telah dimulai sekitar abad –XVI yaitu sebelum agama
Islam dianut secara umum oleh penduduk Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat).
Baik tanda-tanda bunyi atau aksara
lontarak maupun hasil-hasil kesusasteraan Bugis (klasik) erat hubungannya
dengan masalah kehidupan yang tersimpul dalam pangngadereng. Terdapat semacam kepercayaan dikalangan orang Bugis
bahwa penciptaan aksara dan pelahiran kesusasteraan bersumber dari satu latar
belakang kefilsafatan pangngadereng
sebagai satu keseluruhan. Jadi pada mulanya kesusasteraan orang Bugis yang
dituliskan dalam lontarak-lontarak adalah kesusasteraan suci, berupa
mantera-mantera dan kepercayaan mitologis. Lambat laun hasil-hasil
kesusasteraan yang bersifat keduniaan berkembang juga, sesuai dengan perkembangan lontarak dan sikap
hidup masyarakat serta kebudayaannya (Mattulada. 1995 ;8)
Terdapat anggapan dikalangan
masyarakat Bugis-Makassar bahwa penciptaan lambang-lambang bunyi yang kemudian
disebut aksara lontarak, bersumber dari kepercayaan dan pandangan mitologis
yang melihat alam semesta ini sebagai “sulapak eppak walasuji” (segi empat
belah ketupat). Menurut pandangan tersebut, alam secara keseluruhan adalah satu
kesatuan yang dinyatakan dalam simbol “ s” (sa) yang diartikan sebagai ; esauw (tunggal
atau esa).
Dalam menggambarkan mikrokosmos
(sulapak eppak) bagi manusia dengan simbol “s” (sa),
adalah sebagai berikut ; - dipuncak terletak kepala, - disisi kiri dan kanan
adalah tangan, pada ujung bawah adalah kaki. Dari simbol “s” (sa)
seakan-akan diri manusia dilihat secara konkrit yang dimulai dari bagian kepala
terdapat mulut yang disebut “sauw” (sauwang) artinya tempat
keluar. Menurut pandangan ini, dari mulutlah segala sesuatu dinayatakan
dengan “sd” (sadda)
atau bunyi. Bunyi-bunyi inilah yang tersusun sehingga melahirkan makna yang
disebut “ad” (ada)
yang kemudian membentuk kata atau sadda. Dari “ad” (kata) inilah seluruh tertib kosmos diatur dan dari sini
pulalah berpangkalnya “adE” (adek)
yang kemudian dekenal dengan istilah “pangngadereng” yaitu aturan-aturan hukum
yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Akasara lontarak tidak bersifat
fonemis, melainkan bersifat silabis (berdasarkan suku kata) yang terdiri dari
23 buah yang disebut ain surE (ina
surek) yang artinya induk huruf.
Adapun
urutan abjadnya tersusun sebagai berikut ;
k – ka g – ga G –
nga K – ngka
p – pa b – ba m – ma P – mpa
t – ta d – da n – na R – nra
c – ca j – ja N –
nya C – nca
y – ya r – ra l – la w – wa
s – sa a – a h – ha
Selain ina surek (induk huruf)
tersebut, ada lima macam “anak surek” (anak huruf) yang berfungsi sebagai tanda
pembeda (diakritik). Anak surek ini terdiri dari 2 macam bentuk, yaitu ; bentuk
(.) tettik atau titik dan bentuk keccek (e – o – E). Setiap anak surek
(anak huruf) dapat mengubah bunyi vokal
“a” yang telah ada pada setiap
ina surek, yaitu sebagai berikut :
- tettik riyase’ (titik diatas)
mengubah bunyi vokal “a” menjadi bunyi vokal “i”
- tettik riyawa (titik dibawah)
mengubah bunyi vokal “a” menjadi bunyi vokal “u
- keccek riyolo (keccek didepan)
mengubah bunyi vokal “a” menjadi vokal
“e’ “ (e taling)
- keccek rimunri (keccek
dibelakang) mengubah bunyi vokal “a” menjadi vokal “o”
- keccek riyase’ (keccek diatas)
mengubah bunyi vokal “a” menjadi vokal “e” (e pepet)
Berbeda dengan bahasa Indonesia
yang bila dituliskan dalam bentuk kalimat, memiliki banyak tanda-tanda baca,
seperti ; (.) titik, (,) koma, (;) titik koma, (!) tanda seru, (?) tanda tanya
dan seterusnya. Tetapi dalam bahasa Bugis bila dituliskan dalam bentuk kalimat
yang disebut “lorosE ad” (loroseng
ada), maka hanya akan ditemukan satu-satunya tanda baca yaitu; (.) tettik
tellu (titik tiga). Tettil tellu (.) ini bersusun tiga dari atas kebawah dan agak miring yang berfungsi sebagai mana (.) titik dan (,) koma
dalam bahasa Indonesia.
Untuk lebih lengkapnya, dibawah
ini dituliskan “ina surek-ina surek” yang telah diimbuhi dengan “anak surek-
anak surek” tersebut :
-
Yang diimbuhi dengan (.) tettik riyase’ atau titik diatas ;
ki – ki gi – gi Gi –
ngi Ki – ngki
pi – pi bi – bi mi – mi Pi –
mpi
ti – ti di – di ni – ni Ri – nri
ci – ci ji – ji Ni –
nyi Ci – nci
yi – yi ri – ri
li –
li wi – wi
si – si ai – i hi – hi
-
Yang diimbuhi dengan (.) tettik riyawa atau titik dibawah ;
ku – ku gu – gu Gu –
ngu Ku – ngku
pu – pu bu – bu mu – mu Pu – mpu
tu – tu du – du nu – nu Ru – nru
cu – cu ju – ju Nu –
nyu Cu – ncu
yu – yu ru – ru lu – lu wu – wu
su – su au – u hu – hu
-
Tang diimbuhi dengan (e) keccek riyolo atau keccek didepan (e pepet) ;
ek –
ke’ eg –
ge’ eG –
nge’ eK – ngke’
ep –
pe’ eb –
be’ em – me’ eP – mpe’
et –
te’ ed –
de’ en –
ne’ eR – nre’
ec –
ce’ ej –
je’ eN –
nye’ eC – nce’
ey –
ye’ er –
re’ el –
le’ ew – we’
es –
se’ ea – e’ eh – he’
-
Yang diimbuhi dengan (o) keccek rimunri atau keccek dibelakang ;
ko – ko go – go Go –
ngo K – ngko
po – po bo – bo mo – mo Po – mpo
to – to do – do no – no Ro – nro
co – co jo – jo No – nyo Co – nco
yo – yo ro – ro lo – lo wo – wo
so – so ao – o ho – ho
-
Yang diimbuhi dengan ( - E) keccek riyase’ atau keccek diatas (e taling) ;
kE – ke gE – ge GE –
nge KE – ngke
pE – pe bE – be mE – me
PE –
mpe
tE – te dE – de
nE –
ne RE – nre
cE – ce jE – je NE –
nye CE – nce
yE – ye rE – re lE – le wE – we
sE – se aE – e hE - he
Afiksasi dalam bahasa Bugis
Afiksasi adalah pengimbuhan yang
merupakan salah satu proses morfologis, yaitu penggabungan kata dasar dengan
afiks atau imbuhan. Seperti hal dalam bahasa Indonesia, maka dalam bahasa Bugis
dikenal lima macam afiks, yaitu ;
1. Prefiks atau
awalan, yaitu imbuhan yang terletak pada posisi awal kata dasar. Prefiks atau
awalan tersebut adalah ; ma – a – pa – po – ta – te – ri – si – ke –
ka – maka – paka – ba.
2. Sufiks atau
akhiran, yaitu imbuhan yang terletak pada posisi akhir kata dasar, seperti ; i – eng atau ang.
3. Infiks atau
sisipan, yaitu imbuhan yang terletak atau terselip pada posisi tengah kata
dasar, seperti ; ar – al – am.
4. Prefiks
rangkap, yang terdiri dari dua suku kata atau lebih, seperti ; mappa atau appa – pappa – maddi atau mari – pari – pasi – pappaka
– mappaka – ipa – ripa.
5. Konfiks atau
afiks apit, yaitu imbuhan yang terletak pada posisi awal dan akhir kata dasar
secara bersamaan, seperti ; ma -------
eng – a ------- eng – pa -------- eng – ka ------- eng – assi -------- eng – pa
-------- i – ri -------- eng – ri -------- i – si -------- eng.
Prefiks “ma” atau awalan “ma”
Awalan ini mengalami perubahan
bentuk berdasarkan fonem awal kata yang melekatinya seperti contoh dibawah ini ;
1. Awalan “ma” beralomorf – maN atau maG apabila kata
dasar yang melekatinya berfonem awal atau berhuruf awal ; a – i – u – e’ – o – e . Huruf kapital N pada maN dan huruf
kapital G pada maG, masing-masing simbol fonem nazal dan simbol fonem geminasi
(penebalan). Geminasi yang muncul sesuai dengan fonem awal kata dasar, misalnya
; - maN + atek = mangatek
artinya mengatapi. Selanjutnya maG +
utana = makkutana artinya bertanya dan seterusnya.
2. Awalan “ma”
mengalami persandian bila kata dasar yang melekatinya berfonem awal vokal ;
a – i – u – e’ – o – e. Misalnya ; ma
+ ala = mala artinya mengambil, ma +
inung = minung artinya minum, ma + urung = murung artinya mengurung, ma + e’le’ = me’le’ artinya pagi-pagi,
ma + oni = moni artinya berbunyi, ma + elli = melli artinya membeli dan
seterusnya.
3. Awalan “ma”
beralomorf mar bila kata dasar yang
melekatinya berfonem awal ; a – i – u – e’ – o – e. Misalnya ; mar + akkak = marakkak artinya
mengangkat, dan seterusnya.
4. Awalan “ma”
beralomorf maG bila kata dasar yang
melekatinya berfonem awal konsonan ; b – c – d – g – j – k – l – m – n – p – s
– t. Misalnya ; - maG + baca = mabbaca artinya
membaca, dan seterusnya.
5. Awalan “ma”
beralomorf ; ma – maN dan maG bila kata dasar yang melekatinya
berfonem awal konsonan “ r “. Misalnya ; - ma
+ reppak = mareppak artinya pecah, maN
+ rasa = manrasa artinya susah, - maG
+ re’ke’ng = madde’ke’ng dan seterusnya.
6. Awalan “ma”
beralomorf maG bila kata dasar yang
melekatinya berfonem awal semi vokal (w) dan berubah menjadi fonem (b),
misalnya ; - maG + wenni = mabbenni artinya bermalam dan seterusnya.
CATATAN :
-
Ada suatu kelainan pada kata dasar – jaji
– jaik – jujung bila diberi prefiks “ma” akan beralomorf maN dan fonem awal – ( j ) berubah menjadi fonem ( c ),
misalnua ; maN+ jaji = mancaji
artinya menjadi, - maN + jaik = mancaik artinya
menjahit, - maN + jujung = mancujung artinya menjunjung.
-
Fonem ( r ) berubah menjadi fonem ( d ) ketika mendapat prefiks maG.
-
Geminasi atau penebalan untuk fonem konsonan
bersuara (b – d – j – g) ialah fonem konsonan ( q ) glotal.
-
Kobsonan ( q ) glotal digunakan pada akhir kata sebagai variasi atau alofon
fonem konsonan ( k ) velar.
Arti yang terkandung dalam
awalan “ma” dengan kata dasar yang melekatinya adalah sebagai berikut ;
1. Menyatakan
pekerjaan sesuai kata dasarnya, misalnya ; massappa
= mencari, - majjama = bekerja
dan sebagainya.
2. Melakukan
pekerjaan dengan menggunakan alat sesuai kata dasarnya, misalnya ; massaring = menyapu, - massape’da = bersepeda dan sebagainya.
3. Menyatakan
perbuatan berbalasan, misalnya ; mabbitte’
= berlaga, - maggolok = bermain bola
dan sebagainya.
4. Menyatakan
keadaan intensitas, misalnya ; marukka
= berteriak, - manynyilik = mengamati
dan sebagainya.
5. Memakai sesuatu
sesuai dasarnya, misalnya ; mappotto
= memakai gelang, - mabbaju = memakai
baju dan sebagainya.
6. Menyatakan
dalam keadaan sesuai kata dasarnya, misalnya ; marennu = dalam keadaan gembira, - masussa = dalam keadaan susah dan sebagainya.
7. Membuat sesuatu
sesuai kata dasarnya, misalnya ;- mabbe’ppa
= membuat kue, - mabbola = membuat
rumah dan sebagainya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Bugis Makassar /
Sejarah dan budaya
dengan judul "Abjad Aksara Lontarak". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://luyokita.blogspot.com/2014/08/abjad-aksara-lontarak.html.